Bismillah . . .Inilah postingan pertama saya mengenai objek wisata yang ada di Kalimantan Selatan, tepatnya di Kabupaten Barito Kuala. Ada beberapa objek wisata yang saya ketahui di Barito Kuala, Baik itu Wisata Alam, Religi maupun Buatan, yang saya kutip dari beberapa sumber. Makluuum masih pemula, masih banyak Copasnya. Hehehehe........
1. PULAU KEMBANG
Pulau Kembang adalah sebuah delta seluas 60 Ha yang terletak di tengah sungai Barito dan merupakan habitat kera ekor panjang (monyet) dan beberapa jenis burung. Pada tahun 1976, pulau ini ditetapkan sebagai hutan wisata berdasarkan SK. Menteri Pertanian No. 788/Kptsum12/1976.
Di dalam kawasan hutan wisata ini
terdapat altar yang diperuntukkan sebagai tempat meletakkan sesaji bagi "
penjaga" pulau Kembang yang dilambangkan dengan dua buah arca berwujud
kera berwarna putih (Hanoman), oleh masyarakat dari etnis
Tionghoa-Indonesia yang mempunyai kaul atau nazar tertentu. Seekor
kambing jantan yang tanduknya dilapisi emas biasanya dilepaskan ke dalam
hutan pulau Kembang apabila sebuah permohonan berhasil atau terkabul.
Menurut ceita, pulau Kembang berasal
dari kapal Inggris yang dihancurkan oleh orang Biaju pada tahun 1750-an
atas perintah Sultan Banjar. Puing-puing bekas kapal tersebut lambat
laun ditumbuhi pepohonan dan berubah menjadi sebuah pulau yang kemudian
didiami sekelompok kera. Orang-orang desa yang berada di sekitar pulau
baru ini menganggap bahwa kera-kera tersebut merupakan penjelmaan yang
memakai sarungan kera. Kelompok kera tersebut dipimpin oleh seekor kera
yang sangat besar berwarna putih.
Kera-kera di kawasan ini yang
berjumlah ribuan, sangat akrab dengan para pengunjung. Biasanya ketika
para wisatawan datang berkunjung, kera-kera tersebut banyak yang
menunggu di dermaga, menunggu para wisatawan memberi mereka makanan
seperti pisang, kacang, dan sebagainya.
Pulau Kembang termasuk di
dalam wilayah administratif kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala,
Kalimantan Selatan dan menjadi salah satu destinasi unggulan pariwisata
selain tempat-tempat lainnya yang ada di kabupaten Barito Kuala.
2. JEMBATAN BARITO
Jembatan Barito
adalah Jembatan yang membelah Sungai Barito. Jembatan ini memiliki
panjang 1.082 m yang melintasi Sungai Barito selebar 8000 meter dan
pulau kecil ( Pulau Bakut) selebar 200 meter. Jembatan ini terdiri
dari jembatan utama 15 -18 meter, sehingga bisa digunakan untuk lalu
lintas perairan. Jembatan ini pertama kali diresmikan pada tahun 1997
oleh presiden Soeharto. Jembatan, yang tercatat dalam rekor Muri sebagai
jembatan gantung terpanjang di Indonesia ini, jembatan yang
menghubungkan jalan trans Kalimantan. Jalan ini merupakan jalan poros
yang menghubungkan dua propinsi bertetangga yaitu provinsi Kalimantan
Tengah. Jembatan Barito ini merupakan salah satu objek wisata buatan
yang ada di Kabupaten Barito Kuala.
Jembatan ini termasuk dalam wilayah
kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala. Di Areal Jembatan ini
direncanakan akan dibangun Kawasan Barito Park dimana nantinya kawasan
ini menyediakan pusat hiburan keluarga yang menyediakan berbagai macam
wahana.
3. AGROPOLITAN TARANTANG
Agropolitan Tarantang
terletak pada Kecamatan Mandastana. Sesuai potensi yang dimiliki, arah
pembangunan Kabupaten Barito Kuala (Batola), tak lepas dari pengembangan
sektor pertanian, tanpa mengesampingkan sektor pendukung, yaitu
pendidikan, kesehatan,perkebunan, kehutanan, peternakan dan sektor
lainnya.
Batola memang tak memiliki kekayaan berupa pertambangan. Kekuatan perekonomian warganya, justru bertumpu pada hasil pertanian. Kawasan agropolitan dipusatkan di daerah pengairan Terantang dan Belawang, diikuti pengembangan beberapa sentra produksi.
Batola memang tak memiliki kekayaan berupa pertambangan. Kekuatan perekonomian warganya, justru bertumpu pada hasil pertanian. Kawasan agropolitan dipusatkan di daerah pengairan Terantang dan Belawang, diikuti pengembangan beberapa sentra produksi.
Kawasan sentra produksi jeruk dan
holtikultura berbasis padi, dipusatkan di Kecamatan Belawang, Barambai,
Cerbon, Mandastana, Jejangkit dan Marabahan. Sedangkan kawasan
pengembangan sapi potong dan kambing berbasis padi dan palawija, di
kerahkan di Kecamatan Wanaraya dan Barambai. Selain itu ditetapkan pula
kawasan sentra kelapa rakyat di Kecamatan Tamban, Mekarsari dan Alalak.
Berikutnya, sentra perikanan dan kelautan di Kecamatan Tabunganen. Di sektor perikanan dan kelautan, Batola berhasil membudidayakan udang galah sebagai komoditas unggulan. Di Terantang juga terdapat sirkuit Grass Track semi permanen yang sering menyelenggarakan even-even balapan.
Berikutnya, sentra perikanan dan kelautan di Kecamatan Tabunganen. Di sektor perikanan dan kelautan, Batola berhasil membudidayakan udang galah sebagai komoditas unggulan. Di Terantang juga terdapat sirkuit Grass Track semi permanen yang sering menyelenggarakan even-even balapan.
Pemkab Batola menjadikan kawasan Wisata
Agro Sungai Kambat di Desa Sungai Kambat, Kecamatan Cerbon sebagai pusat
wisata agro di Kalsel. Salah satu alasannya, di Sungai Kambat terdapat
Balai Kasa (balai benih induk) tanaman hortikultura.
Dengan pembangunan sarana dan prasarana wisata agro, diharapkan banyak turis mancanegara dan turis lokal datang ke kawasan Wisata Agro Sungai Kambat. Dengan demikian, harga bibit dan buah yang dapat dipetik langsung dikebun oleh turis makin mahal. Selain itu, pemda juga akan membantu pemasaran hasil bibit dan buah-buahan yang ada.
Dengan pembangunan sarana dan prasarana wisata agro, diharapkan banyak turis mancanegara dan turis lokal datang ke kawasan Wisata Agro Sungai Kambat. Dengan demikian, harga bibit dan buah yang dapat dipetik langsung dikebun oleh turis makin mahal. Selain itu, pemda juga akan membantu pemasaran hasil bibit dan buah-buahan yang ada.
Masyarakat juga dapat menikmati buah
jeruk "Siam Banjar" yang rasa sudah terkenal manis sambil menikmati ikan
bakar atau goreng yang segar.
5. JEMBATAN RUMPIANG
Jembatan
Rumpiang adalah jembatan yamg membentang di atas sungai Barito, kota
Marabahan, kabupaten Barito Kuala. Jembatan ini diresmikan oleh Presiden
RI Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 25 April 2008. Dengan hadirnya
jembatan tersebut akan memperlancar arus lalu lintas dari Kota
Marabahan menuju Banjarmasin dan sebaliknya yang sebelumnya harus
menggunakan kapal feri untuk menyeberangi Sungai Barito.
Jembatan Rumpiang sendiri memiliki total
panjang bentang 753 meter dengan bentang utama sepanjang 200 meter
menggunakan konstruksi pelengkung rangka baja. Pembangunan Jembatan
Rumpiang dimulai sejak akhir tahun 2003, menggunakan dana baik dari APBN
maupun APBD Kabupaten Barito Kuala dan Pemprov Kalimantan Selatan
sebesar Rp174,5 miliar.
6. PULAU KAGET
Pulau
Kaget adalah sebuah delta yang terletak di tengah-tengah sungai Barito
termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Tabunganen, Barito Kuala,
Kalimantan Selatan. Pulau Kaget terletak dekat muara sungai
Barito.Waktu tempuh menuju lokasi yaitu ± 15 menit dengan memakai speed
boat dari Kota Banjarmasin, atau ± 1,5 jam dengan menggunakan kelotok.
Pulau Kaget merupakan habitat bagi
Monyet Besar Berhidung Panjang atau oleh penduduk setempat disebut
dengan Kera Belanda / Bekantan karena hidungnya panjang, mukanya merah
serta perutnya yang gendut. dan beberapa jenis burung. Kawasan pulau
Kaget juga merupakan salah satu obyek wisata yang berada di dalam
kawasan hutan di Kabupaten Barito Kuala.
Pulau cagar alam yang terletak di tengah
muara Sungai Barito, dekat pantai Laut Jawa, dihuni Bekantan (kera
berhidung panjang dan berperut buncit). Satwa ini sebagai maskot
Kalimantan Selatan, hidup liar dan pemalu, biasa mudah dilihat/ditemui
saat pagi hari atau sore hari. Makanan Bekantan adalah buah-buahan dan
paling disukainya adalah buah pohon rambai yang banyak tumbuh dipulau
ini.
Begitu klotok (perahu bermesin) yang
membawa rombongan mendekati Pulau Kaget, mereka "disambut" puluhan
bahkan ratusan penghuni pulau itu dengan bunyi "nguuuk....nguuuuk,
nguuuuuuk...," dan satwa langka itu pun lalu berlompatan kegirangan dari
satu pohon ke pohon yang lain. Mungkin maksudnya ucapan selamat datang
bagi para tamu.Kaget "disapa" satwa berhidung mancung terhadap siapa
saja yang mendekati habitat bekantan (Nasalis larvatus) itulah, pulau
seluas 85 hektar itu dinamai Pulau Kaget. Dan Menteri Pertanian
selanjutnya memberi status sebagai Cagar Alam Pulau Kaget (CAPK) sejak
tahun 1976 guna melindungi warik (monyet Belanda-sebutan populer
masyarakat setempat terhadap bekantan) beserta habitatnya.
7. SIRING MARABAHAN
Siring
terletak di Kecamatan Marabahan tepatnya di depan rumah dinas Bupati,
lokasinya sangat strategis karena mudah dicapai baik dari jalan sungai
maupun lewat darat. Mendatangi siring pada sore hari, pengunjung akan
menikmati senja di tepi sungai Barito sambil menikmati makanan yang
dijual di sekitar tempat itu. Lalu lalang getek yang mengangkut
penumpang, Kapal tugboat yang menarik tongkang berisikan material
batubara atau terlihat atlet dayung sedang berlatih di sungai Barito
adalah beberapa aktivitas yang bisa dilihat dari areal siring Marabahan.
Bahkan jika suka memancing tidak salahnya membawa alat pancing.
Menikmati sore hari di tepi siring akan memberikan inspirasi buat anda.
8. OBYEK WISATA RELIGIUS DATUK H. ABDUSSAMAD
Makam
Syekh Abdussamad bin Mufti Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad
al-Banjari Kelampayan, dari pihak ibu, ibu beliau adalah orang Dayak
Bekumpai asli yang dinikahi oleh anak syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
yang bernama Mufti Jamaluddin.
Syekh Abdussamad inilah yang berperan besar islamisasi Dayak Bakumpai.
Salah satu ulama keturunan Datu Kalampaian Syekh H Muhammad Abdusamad bin Al-Mufti H Jamaludin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Cucu Datu Kalampaian ini lebih banyak berjuang menyebarkan Islam di pesisir Sungai Barito.
H Muhammad Abdussamad, lahir 24 Zulkaidah 1237 hijriah atau 1822 masehi dari seorang ibu bernama Samayah binti Sumandi di Kampung bakumpai atau Kampung Tengah Marabahan.
‘Buah jatuh tak jauh dari pohonnya’, begitu kira-kira pribahasa yang pantas bagi keturunan Syekh Arsyad Al-Banjari seperti Syakh Muhammad Abdussamad. Riwayat hidupnya pun hampir sama dengan kehidupan syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari seperti menuntut ilmu ke Mekkah.
Menginjak dewasa, Syekh Muhammad Abdusamad belajar ilmu agama dengan ayah yang juga terkenal sebagai sebagai ulama dan beberapa temannya di Martapura. Karena dianggap cukup mempelajari ilmu agama, Abdusasamad dipulangkan ke Bakumpai (Marabahan) untuk menyebarkan ilmu agama kepada masyarakat.
Tak lama setelah kembali ke kampung halaman, Muhammad Abdusamad kawin dengan seorang wanita bernama Siti Adawiyah binti Buris. Dari hasil perkawinan, dikarunia empat anak yaitu Zainal Abidin, Abdul Razak, Abu Thalhah dan Siti Aisyah.
Seperti juga kekeknya Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Syekh Muhammad Abdusamad haus akan ilmu agama. Karenanya selain mengajar ilmu agama, Muhammad Abdusamad berniaga untuk mengumulkan uang agar dapat menuntut ilmu ke Mekkah disertai anaknya Abdul Razak.
Syekh Abdulsamad belajar dan menimba ilmu, baik syariat maupun hakikat seperti dengan guru Allamah Syekh Khatib Sambas. Dalam ilmu hakekat, Muhammad Abdusamad belajar dengan Allamah Syekh Sulaiman Al-Zuhdi An-Naqsyabandy dan belajar dengan Allamah Syekh Sulaiman bin Muhammad Sumbawa.
Syekh Muhammad Abdusamad bermukim di Mekkah hanya sekitar delapan tahun, karena guru-gurunya menyuruh untuk kembali ke kampung halaman guna menyebarkan agama. Sebelum pulang, Syekh Muhammad Abdusamad sempat diuji keponakan yang terlebih dulu menimba ilmu di Mekkah H Jamaludin bin H Abdula Hamid Qusyasyi.
Karena ketinggian ilmu tarekatnya, Syekh Muhammad Abdusamad sempat hilang saat shalat. Atas ketinggian ilmu tarekatnya itu, keponakannya yang tadinya melarang untuk pulang ke kampung halaman, akhir mempersilakannya.
Sekembali di kampung halaman, Syekh Muhammad Abdusamad mulai membuka pengajian dan ramai dikunjungi para penuntut ilmu dari berbagai daerah. Untuk menampung para penuntut ilmu, Syekh Muhammad Abdusamad membangun sebuah langgar di depan rumah dan membangun balai yang saat ini menjadi kubah almarhum di marabahan.
Dalam kegiatan dakwahnya, Syekh Muhammad Abdusamad selalu melalukan perjalanan ke pesisir Sungai Barito sampai ke udik-udik anak sungai untuk mendakwahkan Islam. Tak heran, banyak suku Dayak pedalaman yang memeluk agama Islam. Genap berusia 80 tahun, Syekh Muhammad Abdusamad meninggal dunia tepat 13 Safar 1317 H.
Sumber : http://disporbudpar.baritokualakab.go.id
Syekh Abdussamad inilah yang berperan besar islamisasi Dayak Bakumpai.
Salah satu ulama keturunan Datu Kalampaian Syekh H Muhammad Abdusamad bin Al-Mufti H Jamaludin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Cucu Datu Kalampaian ini lebih banyak berjuang menyebarkan Islam di pesisir Sungai Barito.
H Muhammad Abdussamad, lahir 24 Zulkaidah 1237 hijriah atau 1822 masehi dari seorang ibu bernama Samayah binti Sumandi di Kampung bakumpai atau Kampung Tengah Marabahan.
‘Buah jatuh tak jauh dari pohonnya’, begitu kira-kira pribahasa yang pantas bagi keturunan Syekh Arsyad Al-Banjari seperti Syakh Muhammad Abdussamad. Riwayat hidupnya pun hampir sama dengan kehidupan syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari seperti menuntut ilmu ke Mekkah.
Menginjak dewasa, Syekh Muhammad Abdusamad belajar ilmu agama dengan ayah yang juga terkenal sebagai sebagai ulama dan beberapa temannya di Martapura. Karena dianggap cukup mempelajari ilmu agama, Abdusasamad dipulangkan ke Bakumpai (Marabahan) untuk menyebarkan ilmu agama kepada masyarakat.
Tak lama setelah kembali ke kampung halaman, Muhammad Abdusamad kawin dengan seorang wanita bernama Siti Adawiyah binti Buris. Dari hasil perkawinan, dikarunia empat anak yaitu Zainal Abidin, Abdul Razak, Abu Thalhah dan Siti Aisyah.
Seperti juga kekeknya Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Syekh Muhammad Abdusamad haus akan ilmu agama. Karenanya selain mengajar ilmu agama, Muhammad Abdusamad berniaga untuk mengumulkan uang agar dapat menuntut ilmu ke Mekkah disertai anaknya Abdul Razak.
Syekh Abdulsamad belajar dan menimba ilmu, baik syariat maupun hakikat seperti dengan guru Allamah Syekh Khatib Sambas. Dalam ilmu hakekat, Muhammad Abdusamad belajar dengan Allamah Syekh Sulaiman Al-Zuhdi An-Naqsyabandy dan belajar dengan Allamah Syekh Sulaiman bin Muhammad Sumbawa.
Syekh Muhammad Abdusamad bermukim di Mekkah hanya sekitar delapan tahun, karena guru-gurunya menyuruh untuk kembali ke kampung halaman guna menyebarkan agama. Sebelum pulang, Syekh Muhammad Abdusamad sempat diuji keponakan yang terlebih dulu menimba ilmu di Mekkah H Jamaludin bin H Abdula Hamid Qusyasyi.
Karena ketinggian ilmu tarekatnya, Syekh Muhammad Abdusamad sempat hilang saat shalat. Atas ketinggian ilmu tarekatnya itu, keponakannya yang tadinya melarang untuk pulang ke kampung halaman, akhir mempersilakannya.
Sekembali di kampung halaman, Syekh Muhammad Abdusamad mulai membuka pengajian dan ramai dikunjungi para penuntut ilmu dari berbagai daerah. Untuk menampung para penuntut ilmu, Syekh Muhammad Abdusamad membangun sebuah langgar di depan rumah dan membangun balai yang saat ini menjadi kubah almarhum di marabahan.
Dalam kegiatan dakwahnya, Syekh Muhammad Abdusamad selalu melalukan perjalanan ke pesisir Sungai Barito sampai ke udik-udik anak sungai untuk mendakwahkan Islam. Tak heran, banyak suku Dayak pedalaman yang memeluk agama Islam. Genap berusia 80 tahun, Syekh Muhammad Abdusamad meninggal dunia tepat 13 Safar 1317 H.
Sumber : http://disporbudpar.baritokualakab.go.id
Comments
Post a Comment